Selasa, 26 November 2013

"Utopia Tanpa Senjata Melissa Sepúlveda: Kredo Kaum Anarkis Zaman Ini," oleh Bastián Fernández


Catatan penerjemah: Perpolitikan Cile sepertinya bergerak ke arah yang makin radikal. Pada bulan ini kandidat sosialis Michele Bachelet menang dalam putaran pertama pemilu Cile. Kemenangan ini memastikan bahwa Camila Vallejo, mantan ketua Federasi Mahasiwa Cile (FECh), serta Karol Cariola, sekjen Pemuda Komunis, yang keduanya memimpin demonstrasi besar-besaran pada 2011 lalu menuntut perubahan sistem pendidikan, naik menjadi anggota Kongres di majelis rendah. Pasca Camila, FECh sendiri dipimpin berturut-turut oleh Gabriel Boric (2011-2012) dan Andrés Fielbaum (2012-2013) dari kubu Kiri Otonom. Pada malam 12 November lalu, dominasi komunis dari Kiri Otonom patah oleh Melissa Sepúlveda, seorang anarkis. Ini pertama kalinya setelah 90 tahun, Federasi Mahasiswa dipimpin lagi oleh seorang anarkis. Berikut wawancara dengan Melissa Sepúlveda yang diterjemahkan oleh Ronny Agustinus dari “La utopía desarmada de Melissa Sepúlveda”, oleh Bastián Fernández, El Mostrador, 25 November 2013.



Hanya tiga orang perempuan yang pernah memimpin Federasi Mahasiswa Cile (FECh) dalam 107 tahun sejarahnya, dan perempuan yang ketiga itu adalah seorang libertarian. Melissa Sepúlveda mempelajari kedokteran, meski belum tahu apa yang akan menjadi spesialisasinya, ia seorang feminis, dengan tato kumbang kuning di lengan kanannya yang tidak punya arti apa-apa, menurutnya, dan yang tidak ingin ia bicarakan.

Namun saat membahas soal negara, kapitalisme, dan gerakan sosial, mata coklatnya yang gelap itu berbinar. Melissa menjawab tanpa terburu-buru dan kerap memakai kata ganti jamak. Bibirnya tebal, menawan, dan paras mukanya agak mirip Penélope Cruz. Awalnya beberapa pertanyaan menyulut selintas senyum ironik, seakan-akan jawabannya sudah sangat jelas atau pertanyaannya terlampau bodoh. Pertanyaan lainnya menyulut ekspresi nostalgia, tatapan menunduk dan mencari-cari jawaban yang tepat. Mencipta sebuah utopia, mengatasi segala bentuk otoritarianisme untuk mencapai sebuah masyarakat bebas yang ditata di bawah pemerintahan swakelola.

Dalam kata-kata Buenaventura Durruti, apa kau membawa dunia baru dalam hatimu?
– Ya ... (tersenyum). Kurasa begitu. Dan demikianlah kami berharap bisa mulai menggulingkan dan menjadi alternatif riil. Inilah salah satu tantangan terbesar yang dihadapi kaum kiri revolusioner di Cile, yakni tampil sebagai sebuah alternatif yang serius dan peluang bagi rakyat.

Saat malam bertambah larut pada hari Selasa 12 November 2013, Melissa dinyatakan menang atas lawannya dari kubu Kiri Otonom (Izquierda Autónoma atau IA), Sebastián Aylwin. Di jalan sempit Arturo Burhle, di depan Serikat Nasional Pekerja Bangunan (Sindicato Nacional de Trabajadores de la Construcción atau Sintec), lebih dari 150 mahasiswa dari Front Mahasiswa Libertarian (FEL) dan Persatuan Mahasiswa Nasional (UNE) berkumpul di bawah bendera-bendera merah hitam. Dari sana mereka berarak-arakan ke markas FECh, yang setelah 90 tahun akan diketuai oleh anarkis.

Sejak akhir abad ke-19 anarkisme telah meretas jalannya dalam sejarah politik, dengan menentang Negara, partai-partai politik, kekuasaan faktual dan kekuasaan ekonomi.

Anarkisme mutualis, individualis, insurreksionis, feminis, dan environmentalis adalah beberapa aliran yang pernah lahir dari anarkisme. Dalam rentang itu ada komunisme libertarian (atau anarko-komunisme), sebuah paham yang paling dirasa dekat oleh Melissa. Berikut sebagian poin-poin pokok ideologi politik ini.

Anarkisme dan Libertarian
Mengenai libertarian, Melissa berkata bahwa paham ini menganut tradisi anarkisme, tetapi memberi perhatian khusus pada praktik-praktik politik organisasi atau gerakan. Praktik-praktik itu antara lain: demokrasi langsung, horisontalitas, aksi massa langsung, dan federativisme. “Yang terakhir ini adalah sebentuk pengorganisasian di mana keputusan-keputusan diambil di basis-basis, tetapi memiliki organisasi yang kompleks di mana federasi-federasi ada dari bawah ke atas.”

Utopia dan Ideal Sosial
“Yang kami tuju sekarang adalah menanggulangi kondisi material yang bisa kita lihat dan konkret. Kondisi itu ada di rumah-rumah sakit, pendidikan, kondisi kaum buruh,” kata Melissa. Yang menyebabkan pembedaan ini, menurutnya, adalah sistem ekonomi, politik, dan struktur makro yang menghasilkan pengelompokan-pengelompokan hidup orang-orang. “Tujuan akhirnya adalah mencapai sebuah masyarakat yang melampaui masyarakat kelas. Pemberlakukan pemerintahan swakelola rakyat dan pemerataan kekayaan. Dan itulah yang kami sebut komunisme libertarian,” ujarnya.

Kebebasan
Inilah konsep yang selalu ada dalam aliran anarkis. “Aku tidak bisa merumuskan apa terjemahan kebebasan ini,” katanya. Ia juga menyadari bahwa subjek-subjek yang dibangun dalam kapitalisme “tidak tahu bagaimana menerjemahkan masyarakat tanpa kelas, kurasa itu tidak bisa kita bayangkan.” Namun ia percaya kita bisa membayangkan masa depan, dan mulai membangun pilar-pilar masyarakat ini. “Ada prinsip-prinsip solidaritas, kerjasama, di mana kita memahami bahwa setiap manusia memiliki kedudukan yang setara dalam masyarakat. Itu yang bisa kita bangun hari ini, sambil membayangkan, suatu hari nanti, membangun masyarakat bebas.”

Hubungan dengan Negara
Anarkisme selalu mengedepankan pembubaran negara, baik negara kapitalis maupun Marxis, karena melihat pelbagai bentuk represi dan dominasi di dalamnya. Mengenai hal ini Melissa mengklarifikasi bahwa ada sejumlah kajian baru mengenai cara memahami negara dan hubungan dengannya. “Negara pada akhirnya berujung sebagi relasi sosial. Bukan cuma pemerintahan, atau sistem politik, juga tidak serta merta merupakan penubuhan neoliberalisme. Tapi Negara yang kita kenal saat ini dan perkembangannya secara historis telah menjadi instrumen yang menguntungkan kelas-kelas dominan. Relasi itulah yang hendak kita habisi,” ujarnya.

Hubungan dengan Kekuasaan
Melissa membedakan dua konsep kekuasaan. Kekuasaan dengan kapasitas koersif, dan kekuasaan dengan kapasitas kreatif. “Komunisme libertarian Cile mengambil topik kekuasaan rakyat, yang diperkenalkan oleh Marxisme-Leninisme.” Dalamnya bentuk konstruksi inilah yang akan mengarah menuju komunisme libertarian. “Kemampuan kita untuk menberdayakan hidup kita sendiri. Dari kolektivitas itu, yang didasarkan pada horisontalitas, timbul pemahaman apa yang bisa didapat oleh mekanisme-mekanisme representasi kami. Bahwa penataan masyarakat yang kami inginkan merupakan kerja kolektif, oleh semua orang.”

Media Komunikasi
Oleh media kaum anarkis secara turun temurun terus digambarkan sebagai orang-orang bertudung yang melemparkan molotov atau memasang bom di bank-bank. Menurut Melissa, masalahnya bukan sekadar penggambaran anarkisme secara karikatural ini. “Media zaman ini punya fungsi yang tidak memihak rakyat Cile, karena ia membuat banyak perjuangan lainnya jadi tak terlihat. Buruh harus bermalam di Mapocho dan baru bisa muncul [di media] sebagai pemogokan. Dan selalu soal sensasinya belaka dan bukan apa yang membuat serikat terpaksa mogok,” ucapnya.

Anarkisme di Cile
Melissa mengakui makna penting yang dimiliki ideologi politik ini dalam sejarah Cile. Sejak dulu, menurutnya, paham ini terkait erat dengan gerakan buruh dan pendirian FECh. “Kaum muda pemberontak” dari era 1920an, dengan tokoh-tokoh seperti José Domingo Gómez Rojas dan Juan Gandulfo, berasal dari elite intelektual. “Mereka paham bahwa kondisi mengenaskan yang dihidupi kaum buruh saat itu membutuhkan sikap proaktif dari pihak mahasiswa yang memiliki akses pada pengetahuan dan perkakas yang tidak dimiliki buruh.”

Ideologi Front Mahasiswa Libertarian (FEL)
Di titik ini presiden baru FECh ini menegaskan bahwa FEL bukanlah organisasi dengan suatu kesatuan ideologis, “melainkan yang bertemu di bawah praktik demokrasi langsung, horisontalitas, massa aksi langsung.”

Tantangan-tantangan di FECh
Sadar akan “momen bersejarah” ini, Melissa mengatakan bahwa FECh menerimanya “sepenuh tanggung jawab.” Menurut pendapatmu apa peluang-peluang kunci yang terbuka dari federasi, selain menang pemilihan? “Mampu memanfaatkan federasi sebagai alat bagi gerakan mahasiswa, gerakan sosial, dan gerakan buruh. Juga meningkatkan taraf partisipasi dalam universitas, merangkul kawan-kawan yang lain. Dan itu harus punya penerjemahan konkret, yakni dalam program Luchar (Berjuang) dan harapan untuk melaksanakannya,” ia memungkas.