Minggu, 06 November 2016

Karya-karya Fiksi tentang Pablo Neruda


Dengan mulai diputarnya di festival-festival internasional film Neruda (2016), karya anyar sutradara Cile Pablo Larrain  yang berkisah tentang Inspektur Polisi Óscar Peluchonnea (diperankan oleh Gael García Bernal) yang ditugaskan memburu penyair komunis Pablo Neruda, saya mencoba mengingat-ingat lagi karya-karya fiksi apa sajakah yang pernah dibuat tentang penyair besar satu ini.

Yang paling populer di Indonesia tentu saja adalah novel Ardiente paciencia karya Antonio Skármeta, yang bercerita tentang tukang pos pengantar surat Neruda yang berusaha belajar berpuisi dari sang maestro. Novel ini diadaptasi menjadi film berbahasa Italia yang sangat terkenal oleh sutradara Inggris Michael Radford berjudul Il Postino (1994). Terjemahan Indonesia novel Skármeta itu diterbitkan oleh penerbit Akubaca lebih dari satu dekade lalu dengan memakai judul versi filmnya.

Melihat ulasan-ulasan positif para kritikus beberapa hari belakangan yang menyanjung Neruda sebagai film yang melabrak batas-batas genre biopic, sepertinya Neruda-nya Larrain bakal melebihi kepopuleran Il Postino. Sebagai catatan, perlu disebut di sini bahwa pada 2014 lalu telah ada film berjudul Neruda karya sutradara Cile Manuel Basoalto yang juga merupakan biopic sang penyair, tetapi film ini jeblok secara kualitas maupun komersial. Selain itu, pada 2017 mendatang dokumenter Pablo Neruda: The People’s Poet semoga juga sudah dirilis sesuai jadwalnya. Dokumenter ini disutradarai dan diproduksi oleh Mark Eisner, salah satu penerjemah, penulis biografi, dan pakar Neruda paling terkemuka di dunia.

Neruda juga menjadi tokoh sentral novel detektif karya Roberto Ampuero berjudul El caso Neruda (2008), yang terjemahan Inggrisnya terbit sebagai The Neruda Case (2012). Berlatar era 1970an yang penuh gejolak politik di Cile, novel ini adalah novel keenam Ampuero dalam serial detektif Cayetano Brulé, meski mengisahkan kasus paling pertama yang ditanganinya: Neruda menugaskan si detektif mencari dokter Kuba yang pernah ditemui penyair itu pada tahun 1940an. Untuk menggambarkan sosok Neruda, Ampuero –yang selain novelis juga menjabat duta besar Cile untuk Meksiko—menggali ingatan masa kecilnya sendiri yang pada 1960an memang tinggal bertetangga dengan Neruda. Ia ingat misalnya saat sedang berjalan-jalan di hari Minggu bersama ayahnya, mereka lihat Neruda di bangku belakang mobil yang disopiri oleh seorang perempuan, sementara di bangku depan ada seorang lelaki lain mengenakan kacamata berbingkai hitam tebal. “Jangan pernah lupakan bapak-bapak itu, nak,” pesan ayahnya. “Yang satu, suatu hari nanti akan menerima Hadiah Nobel, dan yang satunya akan menjadi Presiden Cile.” Lelaki di bangku depan itu memang adalah Salvador Allende.


Lalu ada buku anak-anak/remaja karangan penulis Hispanik AS Pam Muñoz Ryan berjudul The Dreamer (2010). Buku yang sangat imajinatif ini berkisah tentang Neruda kecil (Neftali Reyes) yang terpukau pada kata-kata dan bunyi-bunyian dari dunia sekitarnya: tetes hujan, kapak ayahnya menghantami batang pohon, sepatu botnya menginjak lumpur dll. Masih untuk buku anak-anak, Neruda juga dikenalkan sejak dini bagi para pembaca bahasa Spanyol dan Inggris lewat dua buku ini: Conoce a Pablo Neruda (2012) karya Georgina Lázaro León dengan ilustrasi Valeria Cis, dan Pablo NerudaPoet of the People (2011) karya Monica Brown dengan ilustrasi Julie Paschkis.


Apa sih sesungguhnya yang bikin Neruda sepopuler itu sebagai penyair? Di antara analisa-analisa serius tentang kualitas puisinya, novelis eksil Cile Ariel Dorfman punya jawaban paling asyik: “Satu alasan mengapa Neruda selalu populer di kalangan anak muda adalah karena ia doyan sekali seks. Di tiap generasi, para lelaki, termasuk aku, pernah mengutip Neruda buat menggaet cewek.” Ya, seperti si tukang pos di novel Skármeta, atau perhatikan bagaimana puisi “Soneta XVII” Neruda dibacakan di film Patch Adams (1998) oleh Robin Williams untuk kepentingan yang sama: merayu perempuan.

Nah untuk soal satu ini, ada sisi gelap kehidupan Neruda yang mungkin jarang diketahui orang. Ketika ditugaskan sebagai diplomat di Batavia, Neruda menikahi seorang perempuan Belanda kelahiran Jawa, María Antonieta Hagenaar, dan punya seorang putri bernama Malva Marina. Malva menderita hidrosefalus (pembesaran kepala), dan Neruda menelantarkan anak dan istrinya begitu saja, sampai Malva meninggal di Belanda pada usia 9 tahun. Neruda tak pernah menyebut-nyebut sama sekali anak istrinya ini dalam semua karyanya termasuk memoarnya.

Dua penulis Belanda telah mengarang novel tentang kasus ini. Pauline Slot menulis En het vergeten zo lang / Dan Lupa Itu Lama (2010), yang pernah diterjemahkan sedikit oleh Joss Wibisono di tautan ini, sementara Hagar Peeters menulis novel Malva (2015) yang banyak dipuji kritikus sebagai karya yang cemerlang. Secara khusus, sutradara teater perempuan Cile Flavia Radrigán juga pernah mementaskan karyanya yang mengecam keras kelakuan Neruda ini berjudul Un ser perfectamente ridículo / Seseorang yang Sempurna Konyolnya (2004). Bila ingin mengetahui lebih lanjut tentang anak Neruda yang tak diakuinya ini, ada satu buku non-fiksi yang bisa dibaca berjudul El enigma de Malva Marina: la hija de Pablo Neruda (2013) karya Bernardo Reyes, keponakan Neruda sendiri.